Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 28 Juli 2012

Teater Kabuki dan Seniman Teater Noh Jepang Pertahankan Tradisi




 Kabuki muncul pada awal tahun 1600an. Seni teater Kabuki diciptakan oleh seorang wanita dari kuil bernama Okuni dan dipertunjukkan di atas sungai yang kering di ibukota Kyoto jaman dahulu. Pada saat itu, Kabuki merupakan terobosan yang menarik minat masyarakat Kyoto yang akhirnya mengakibatkan timbulnya semakin banyak perkumpulan Kabuki lain. Kabuki di jaman itu berbeda dengan Kabuki yang dapat kita lihat masa kini, perbedaannya adalah dulu Kabuki isinya kebanyakan adalah grup penari perempuan. Para penari perempuan ini kebanyakan bekerja sebagai pelacur di luar panggung. Melihat kenyataan bahwa pelacuran berakibat buruk kepada nilai moral di masyarakat waktu itu, akhirnya pemerintahan Kyoto memutuskan untuk melarang wanita untuk naik ke atas panggung. Namun ternyata pelarangan itu memiliki efek yang positif bagi perkembangan Kabuki, karena penekanan Kabuki menjadi lebih kepada skill dan bukan kecantikan fisik belaka dan menampilkan lebih banyak drama daripada tarian. Hal ini meletakkan Kabuki ke jalur seni drama. Perkembangan selanjutnya adalah munculnya profesi baru yaitu yang disebut dengan onnagata, atau aktor pria yang memerankan wanita.
Abad 17 ( periode genroku)
Saat memasuki abad ke 17, Kabuki telah menjadi bentuk baku hiburan teatrikal bagi masyarakat umum dan hal ini memicu perkembangan pesat Kabuki. Pada masa ini juga hubungan Kabuki dengan pertunjukkan boneka Bunraku menjadi erat dalam arti saling mempengaruhi perkembangan masing-masing.
Abad 18
Pada awal abad 18, penulisan drama bunraku maju secara pesat, membuat Kabuki seakan tidak lagi aksis pada masa itu. para aktor Kabuki bereaksi dengan mengadaptasi pertunjukkan bunraku ke dalam pertunjukkan mereka. Pada abad ini pula, pusat kebudayaan dari Kyoto dan Osaka pindah ke Edo, di mana karakter wanita Edo lebih kuat dibandingkan dengan Kyoto. Hal ini mengakibatkan peran onnagata yang pada awalnya adalah peranan yang lemah lembut menjadi kuat dan tegar.
Pengaruh barat terhadap Kabuki
Pada tahun 1868, Jepang membuka diri terhadap masuknya dunia barat. Hal ini berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan Kabuki. Salah satunya adalah banyak peraturan pemerintah yang menekan Kabuki dihapus. Namun selain hal ini, Kabuki juga harus beradaptasi dengan dunia yang telah berubah. Pada masa itu, simbol kesuksesan aktor Kabuki adalah untuk dapat melakukan pertunjukkan di depan kaisar Meiji.
Kabuki di dunia modern
Kabuki sulit berkembang pada masa perang dunia II karena harus banyak kehilangan aktornya dalam perang. Selain itu, seni Kabuki berhadapan dengan rival terbesarnya dalam dunia hiburan, yaitu film dan televisi. Namun hingga kini, Kabuki tetap menjadi salah satu bentuk seni teater yang masih dapat kita nikmati hingga saat ini.

Seniman Teater Noh Jepang Pertahankan Tradisi

http://daily.vibizportal.com/resources/images/uploaded/image/BUDAYA/Teater-Noh-modern-1.jpg
Pakar Seni Teater Noh di Jepang Reijiro Tsumura, di Jakarta, Rabu, mengungkapkan para seniman teater Noh di Jepang berusaha mempertahankan pakem yang menjadi gaya dan ciri khas teater tradisi itu.

"Teater Noh banyak mengalami perubahan tapi soal gaya tentu masih berusaha mengikuti tradisi, tapi untuk kreativitas baru biasanya para seniman tradisi itu berkolaborasi dengan seniman-seniman teater modern," kata Tsumura.

Tsumura yang berada di Jakarta untuk sebuah pementasan teater Noh kontemporer ini mengatakan para seniman teater Noh di Jepang kini aktif terlibat kolaborasi dengan seniman teater modern. Seni tradisi yang bercampur dengan seni modern menjadi sebuah pertunjukan teater Noh modern yang menarik dan unik karena banyak perbedaan di antara keduanya.

Teater Noh adalah kesenian tradisional Jepang yang diciptakan oleh Bapak dan anak, Kan`ami dan Zeami pada abad ke-14. Dalam cara pemeranan dan pementasan terdapat pakem-pakem yang harus diikuti.

Selama 600 tahun kesenian tradisi Jepang ini terus dilestarikan dengan mendapat berbagai perubahan. Akan tetapi pada prinsipnya tetap mewarisi gaya asli terdahulu.

Kini Teater Noh sebagai drama tradisional tetap sering dipentaskan baik di Jepang maupun di berbagai negara di dunia. Noh juga mendapat pengakuan dari UNESCO untuk kategori "intangible cultural heritage" atau warisan budaya tak terbentuk.

"Teater Noh dan teater modern sangat banyak perbedaannya, masing-masing punya gaya tersendiri dan memadukan keduanya secara bersama di atas pentas juga bukan tanpa kendala," tambah pria kelahiran 1942 ini.

Sutradara dan penulis naskah drama, Mitsuya Mori mengatakan kendala yang dihadapi dalam mementaskan teater Noh kontemporer adalah perbedaan tempo dan cara bertuturnya.

"Tempo dalam teater Noh itu sangat lambat sedangkan teater modern temponya lebih cepat dan dinamis sehingga kalau digabungkan akan lebih sulit," katanya.

Mori menjelaskan terkait pakem dan gaya antara Noh dan modern juga sangat berbeda. Teater modern tidak terikat pada pakem tertentu, gaya tutur dan geraknya lebih bebas sementara pada teater Noh percakapan lebih sedikit dan caranya dilagukan dengan lambat, kata-kata yang diucapkan sangat positif, dan selalu ada musik pengiring.

Kolaborasi

Kedatangan Mitsuya dan Mori ke Indonesia adalah untuk pementasan kelompok teater "Theatre Office Natori" yang akan tampil dalam Pentas Kolaborasi Teater Noh Kontemporer di Jakarta, Solo, dan Bali. Acara ini berlangsung dalam rangka memperingati 50 Tahun Hubungan Persahabatan Indonesia-Jepang.

"Kami datang membawakan pementasan Teater Noh Kontemporer ini khusus untuk merayakan hubungan persahabatan Jepang dan Indonesia, sekaligus memenuhi undangan Institut Seni Indonesia di Surakarta untuk berkolaborasi karena seperti kita ketahui Teater Noh memiliki beberapa persamaan dengan tarian Jawa Klasik," ujar Pemimpin Produksi Pertunjukan, Toshiyuki Natori.

Ia mengungkapkan pementasan berjudul "Ketika Kita yang Telah Mati Bangkit" ini merupakan karya terakhir Henrik Ibsen Seri Nomor 9, penulis drama dari Norwegia.

Karya ini menampilkan berbagai benturan antara kekuatan-kekuatan lama dengan kekuatan baru. Sebuah karya yang sangat cocok untuk mewakili kolaborasi antara teater tradisional dengan teater kontemporer.

Sisi tradisi dalam drama ini akan dimainkan oleh aktor Noh, sedangkan sisi modern akan dimainkan oleh aktor teater kontemporer.

Tidak ada komentar:

Pages - Menu

 

Blogger news

Blogroll